Kawakibul Fushoha

Rihlah Tarikhiyyah: Mengunjungi Makam Auliya’ untuk Mengingat Akhir dari Dunia

Kegiatan

Mengenal para ulama dan mengambil pelajaran dari setiap perjalanan keilmuannya merupakan hal yang sangat diperlukan bagi seorang penuntut ilmu, karena dari sanalah kita bisa mengetahui bagaimana cara yang tepat dalam memperoleh sebuah ilmu, bagaimana semangat dan kesungguhan para ulama dalam mencarinya, dan kita juga bisa lebih menghargai ilmu yang sedang kita pelajari.

Pada hari Rabu, 28 Pebuari 2024 Markaz Kawakibul Fushoha dan Daar Qaaf mengadakan rihlah tarikhiyyah dalam bentuk ziarah makam Auliya’. Rihlah ini diadakan dengan tujuan sebagai wadah pengenalan bagi para ahbab khususnya bagi yang belum pernah melakukan ziarah makam sebelumnya tentang bagaimana perjuangan para ulama dalam menuntut ilmu hingga akhirnya kita bisa mengakses keilmuannya dengan mudah di zaman ini. Berkali-kali pihak penyelenggara mengingatkan kepada para peserta untuk selalu meluruskan niat berziarah yaitu sebagai upaya mengingat akhirat.

Pada kesempatan ini kami mengunjung 9 makam yang ada di kota Kairo. Di setiap makamnya pihak penyelenggara memaparkan profil dan perjalanan keilmuan para ulama secara singkat sebagai berikut:

  1. Imam As-Suyuthi

Imam Al-Hafidz Jalaluddin Abdurrohman As-Suyuthi atau yang biasa di kenal dengan Imam Suyuthi merupakan tokoh ulama yang bergerak di berbagai bidang khususnya ilmu tafsir Al-quran. Lahir pada tahun 849H,Imam Suyuthi tergolong dari ulama yang masa kecilnya seorang yatim, ayahnya wafat saat beliau berumur enam tahun. Meskipun demikian, imam Suyuthi mampu menghafal Al-Quran pada umur kurang dari delapan tahun, kemudian dilanjutkan dengan menghafal Umdah, Minhaj, Alfiyyah, dan berbagai kitab lainnya.

Kehidupan Imam Suyuthi penuh dengan keproduktifan, salah seorang muridnya menyebutkan bahwa beliau memiliki lebih dari 600 karangan kitab dalam berbagai fan ilmu, di antaranya: Tafsir Al-Jalalain, Al-Itqan fii Ulumi Al-Quran, Al-Jami’u As-Shagir. Kegemaran menulis ini terus beliau lakukan hingga beliau wafat pada tahun 911 H karena pembengkakan di tangan kirinya.

  1. Imam Waki’

Imam Waki’ bin Al-Jarrah Al-Kufi lahir pada tahun 129H. Beliau hidup di tengah-tengah keluarga yang mencintai ilmu. Beliau juga dikaruniai keunggulan di bidang hafalan dan ketelitian ilmu, setiap hal yang didengarnya sudah pasti belaiu menghafalnya. Kehebatan hafalannya membuat Imam Syafi’I sebagai muridnya terkagum-kagum, maka imam Syafi’I mengadu kepada gurunya tentang buruknya hafalan beliau:

شكوت إلى وكيع سوء حفظي, فأرشدني إلى ترك المعاصي فأخبرني بأن العلم نور ونور الله لا يهدى لعاص

“Aku mengadu kepada imam Waki’ tentang buruknya hafalanku, beliau memberi petunjuk agar meninggalkan maksiat, dan memberi tahuku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang maksiat.”

  1. Imam Syafi’i

Imam Syafi’I memiliki nama asli Muhammad bin Idris As-Syafi’I beliau juga dijuluki sebagai Syaikhul Islam. Lahir di kota Gaza, tahun 150 H. Ayahnya meninggal di Syam ketika dia masih kecil. Khawatir akan kehilangan garis keturunan syarīf-nya, ibunya memutuskan untuk pindah ke Makkah ketika dia berusia sekitar dua tahun. Sedikit yang diketahui tentang kehidupan awal asy-Syāfiʿī di Makkah, kecuali bahwa ia dibesarkan dalam keadaan miskin dan sejak masa mudanya ia rajin belajar. Sebuah riwayat menyatakan bahwa ibunya tidak mampu membeli kertas, jadi dia menulis hasil pelajarannya pada tulang. Pada usia tujuh tahun, asy-Syāfiʿī telah menghafal Al-Qur’an. Pada usia sepuluh tahun, dia telah menghafal kitab Muwaṭṭaʾ karya Malik bin Anas di luar kepala.

Madzhab imam Syafi’I yang terbagi menjadi 2 Qoul, Qadim dan Jadid. Qoul Qadim merupakan hasil ijtihad pada saat Imam As-Syafi’I tinggal di Baghdad, sementara Qoul Jadidmerupakan hasil ijtihad ketika beliau berada di Mesir.

“Kehidupan Imam Suyuthi penuh dengan keproduktifan, salah seorang muridnya menyebutkan bahwa beliau memiliki lebih dari 600 karangan kitab dalam berbagai fan ilmu”

  1. Syekh Zakariya Al-Anshori

Beliau merupakan salah seorang Qodhi dan ulama madzhab Syafi’i. Beliau dimakamkan dekat makam imam Syafi’I karena dikisahkan oleh imam As-Sya’rawi beliau pernah bermimpi bahwa ia menaiki sebuah kapal Bersama imam Syafi’i. Kemudian Syekh Sya’rawi menanyakan kepada beliau maksud dari mimpi tersebut, dan Syekh Zakariya pun mengatakan bahwa ini adalah sebuah isyarat bahwa beliau akan dikuburkan dekat dengan imam Syafi’i.

  1. Imam Laits bin Sa’ad

Merupakan seorang ulama ahli fikih, perawi hadist, dan cendikiawan muslim. Beliau pernah mendirikan sebuah madzhab yaitu Madzhab Laitsiyyah yang dikatakan paling berhak menjadi madzhab ke-lima setelah madzhab yang empat. Beliau lahir pada tahun 93 H dan wafat sekitar tahun 170-175 H. Imam Syafi’I mengatakan bahwa Imam Laits ini mengumpulkan 4 hal yang jarang dimiliki, yaitu: ilmu, amal, zuhud, dan dermawan.

  1. Imam Ibn Hajar

Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ali bin Mahmud Bin Ahmad bin Hajar, tetapi beliau dikenal sebagai Ibn Hajar Al-Asqalani karena kemasyhuran nenek moyangnya yang berasal dari Ashkelon, Palestina yang berhijrah ke Mesir karena adanya perang Salib. Beliau menghafalkan Al-Qur’an pada umur 8 tahun dan juga menghafal banyak hadits yang kemudian beliau membuat kitab Bulughul Maram. Beliau sangat terkenal dengan kemahirannya dalam berbagai fan ilmu, diantara kitab-kitab karangannya yang paling mahsyur: Nukhbatul Fikr, Fathul Bari.

  1. Rabi’ah Al-Adawiyah

Rabi’ah bintu Ismail Al-Adawiyah Al-Basriyah merupakan seorang sufi wanita beraliran Sunni. Ia dilahirkan dari keluarga yang sangat miskin. Ketika malam menjelang kelahirannya, keadaan ekonomi keluarganya sangat tidak baik, sampai mereka tidak memiliki uang dan penerangan untuk menemani kelahirannya. Beberapa hari setelah kelahiran Rabi’ah, ayahnya yang bernama Ismail bermimpi bertemu dengan nabi Muhammad, dalam mimpinya ia berkata pada Ismail jangan bersedih, karena anaknya, Rabi’ah, akan menjadi seorang Wanita yang mulia, sehingga banyak orang yang meminta syafa’atnya.

Kecintaanya kepada tuhannya membuatnya meninggalkan seluruh urusan dunia, beliau memiliki banyak sya’ir, diantaranya:

“ Wahai tuhanku, jika sekiranya aku beribadah kepada-Mu karena takut akan siksa neraka, maka bakarlah aku dengan neraka-Mu,

Dan jika aku beribadah kepada-Mu karena harap masuk surga, maka haramkanlah aku daripadanya,

Tetapi jika aku beribadah kepada engkau hanya karena semata-mata kecintaanku pada-Mu, maka janganlah Engkau haramkan aku melihat keindahan-Mu yang azali.

  1. Uqbah bin Amir

Uqbah bin Amir bin Abas bin Malik Al-Juhani merupakan salah seorang sahabat dan salah satu dari Ashabuss Shuffah. Beliau pernah menjadi gubernur Mesir pada masa Umaiyyah dan ikut menyaksikan pembebasan Mesir yang dipimpin oleh Amr bin Ash.

Dikisahkan salah satu karomah yang dimilikinya adalah ketika ia diperintahkan untuk menyampaikan risalah dari Mesir ke Madinah, beliau membutuhkan waktu perjalanan 7 hari 7 malam. Ketika sesampainya di sana, beliau berziarah ke makam nabi Muhammad ia berdoa kepada Allah untu dipersingkat waktu perjalanannya kembali ke Mesir. Allah pun mengabulkan do’anya, waktu yang dihabiskannya untuk kembali ke Mesir hanyalah selama 3 hari.

Salah satu hadist yang diriwayatkan olehnya:

عن عقبة بن عامر قال: قلت يا رسول الله ما النجاح؟ قال: أمسك عليك لسانك، وليسعك بيتك، وابك على خطيئتك

Dari Uqbah bin Amir radhiyaallahu ‘anhu berkata: aku berkata kepada Rasullullah: “ Wahai Rasul apa itu keberhasilan?”

Rasullullah bersabda: “jagalah lisanmu, dan luaskanlah rumahmu, dan menangislah atas kesalahanmu”

    1. Ibnu Athoillah

Namanya lengkapnya adalah Taj al-Din Abu’l Fadl Ahmad ibn Muhammad ibn ‘Abd al-Karim ibn Atha ‘illah al-Iskandari al-Syadzili adalah tokoh Tarekat Syadziliyah. Ia lahir di Iskandariah, Mesir pada 1250 M , dan meninggal di Kairo pada 1309 M.

Begitu banyak pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari perjalanan para ulama dalam menuntut ilmu. Maka penting bagi kita untuk mengenal dan mencari tahu terutama agar kita bisa lebih bersemangat lagi dalam mempelajari bahkan mengikuti jejak para ulama terdahulu. Sebagai penutup, salah seorang pemandu mengingatkan bahwa tujuan dari ziarah adalah untuk mengingat kematian, tetapi ketika kita berziarah ke makam para ulama untuk mengenang kematian mereka , maka yang seharusnya kita kenang adalah kematian kita sendiri,

الناس موتى وأهل العلم أحياء

“(sesungguhnya) manusia itu dalam kematian dan orang-orang yang berilmu (selalu) hidup”

 

Ditulis oleh: Salma Kafilah Hidayah

Tags :
Share This :

Recent Posts

Punya Pertanyaan Tentang Kawakib?

Hubungi admin di sini: