Hadapi Tantangan di Depan, Allah Inginkan Kebaikan

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين
Tidak terpikirkan sedikit pun, ternyata Allah memilihku untuk menjadi bagian dari pilihan-Nya.
Ketika pendaftaran Dauroh Matan Umdatul Ahkam untuk umum dibuka, aku yang tengah menyetorkan hafalan Qur’anku kepada Syekh kala itu tertantang untuk ikut serta dalam dauroh ini. Alih-alih ingin masuk jurusan hadis di tingkat tiga nanti, aku ingin mempersiapkan yang terbaik untuk semester depan. 426 hadis menurutku angka yang mustahil untuk dihafal pada saat itu. Namun sekali lagi, Allah yang memilihku, maka Allah-lah yang membuatku mampu.
Pada tanggal 3 Maret 2023, perjalanan panjangku menghafal hadis dimulai. Hadis demi hadis aku hafalkan, pertemuan demi pertemuan dilewati. Tak jarang syekh pun marah karena hafalanku tak lancar dan setoran yang tak sesuai target.
Di tengah perjalanan menghafal Umdatul Ahkam, aku memutuskan untuk masuk asrama tahfiz Daar Qoof karena ingin fokus hafalan Al-Qur’an. Tetapi tak sesuai dengan rencana awalku, aku kira Syekh akan memberhentikan setoran hadisku, namun benar adanya—Syekh tidak akan memberhentikan apa yang sudah muridnya mulai.
Kerap kali aku mengeluh dan menangis karena frustrasi dengan banyaknya target yang harus dicapai. Musyrifahku ingin aku menyiapkan setoran 20 juz dalam satu kali duduk, yang mana itu butuh fokus yang luar biasa. Namun, Syekh juga terus mendorongku untuk segera menyelesaikan matan hadis Umdatul Ahkam.
Tak jarang teman-teman satu kamar sampai bosan mendengar kata-kataku:
“Kak, ingin ga tasmi hadis hari ini? Izinnya apa ya ke Syekh?”
“Kak, kalau aku cuma setoran 10 hadis saja, boleh ga ya?”
“Kak, apa aku berhenti saja ya setoran hadisnya?”
Serta celotehan lainnya yang selalu aku ucapkan saat jadwal setoran hadisku tiba. Lalu, jawaban salah satu teman kamarku yang tak akan pernah aku lupakan adalah:
“Dien, daripada kamu kebanyakan izin, mending jujur saja sama Syekh kalau kamu sudah nggak mau lanjut. Jangan setengah-setengah, kalau mau lanjut ya lanjut, kalau enggak ya enggak,” ucapnya dengan nada sedikit tinggi.
“Mendengar jawaban darinya, aku tertampar sekaligus kesal. Namun siapa sangka, ternyata kata-katanya membuatku bangkit untuk beranjak menyetorkan hadis ke syekh. Aku ingin membuktikan bahwa aku pasti bisa.”
25 Februari 2024, ternyata menjadi hari yang Allah takdirkan untuk mengkhatamkan matan hadis Umdatul Ahkam. Rasa senang sekaligus takut menjadi satu—senang karena salah satu mimpi telah tercapai, namun di sisi lain, khatam menjadi tanda bahwa kita harus siap untuk muroja’ah. Syekh selalu mengingatkan kita untuk tidak menjadikan lelah yang sudah kita lalui untuk menghafal itu menjadi sia-sia dengan melupakannya, sehingga kita seperti tidak pernah menghafalnya. Na’udzubillah.
Benar saja, yang aku kira perjalanan dengan Umdatul Ahkam ini akan selesai di sini, ternyata masih banyak tangga yang harus dilalui. Siang itu, musyrifahku mengabarkan bahwa Syekh menyuruhku untuk menghadiri pelajaran fikih saat itu juga. Aku yang belum paham apa maksud Syekh mengikutsertakanku di dalam pelajaran itu merasa bingung, padahal dari awal aku tidak ada niat sama sekali untuk mengikuti pelajaran tersebut. Perlu diingat bahwa niat awalku masuk Daar Qoof hanya ingin fokus dengan Al-Qur’an.
Dengan berat hati, aku menghadiri pelajaran siang itu. Namun siapa sangka, aku pun dibuat terkejut saat pelajaran pertama kaliku dengan Syekh. Beliau sering kali mengaitkan hukum fikih dengan ayat Al-Qur’an dan hadis di setiap paragraf. Beberapa kali aku melanjutkan potongan hadis yang Syekh ucapkan dan aku merasa senang karena ternyata apa yang aku hafalkan adalah sesuatu yang sangat bernilai. Aku pun mulai paham bahwa dalam pelajaran ini, aku dapat mengaplikasikan ayat Al-Qur’an dan hadis yang telah aku hafal. Bahkan, ini kali pertamanya aku merasakan bahwa belajar fikih sangatlah menyenangkan.
Tidak hanya itu, saat itu bagian ta’lim Kawakibul Fushoha juga mengadakan Majelis Muroja’ah Matan Umdatul Ahkam atas perintah Syekh. Muroja’ah saat itu rasanya seperti mengulang menghafal untuk kedua kalinya, tetapi justru aku mulai merasa benar-benar memahami apa yang aku hafal, saat aku mengulangnya kembali.
Syekh Syarof seringkali berkata kepada kami:
“العلم كلما تكرر تقرر”
“Ilmu itu semakin diulang semakin menancap dalam ingatan.”
Begitulah prosesku dalam membersamai Matan Umdatul Ahkam, walaupun perjalanan ini tidak akan berakhir, karena kewajiban muroja’ah akan terus ada hingga akhir hayat.
Rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang telah menjadikan Syekh Syarof sebagai wasilah untuk menjadikan kebaikan untuk diriku. Terima Kasih kepada Syekh Syarofuddin Al-Azhary Hafidzahullah Ta’ala yang telah membimbing sekaligus mendidik kami sejak awal saya menginjakan kaki di bumi Kinanah hingga saat ini. Dengan beliau apa yang menurutku mustahil saat itu, ternyata bisa juga diselesaikan, dengan izin Allah.
اللهم انفعنا بما علمتنا وزدنا علما ينفعنا يا رب العالمين
Ditulis oleh: Ustadzah Diena Aulia Rahmani
 
								