Membaca Al-Quran merupakan salah satu amalan terbaik yang pernah diajarkan, karena ia merupakan pemantik untuk mendekatkan seorang hamba terhadap Tuhannya. Maka dari itu, disunnahkan untuk memperbanyak membacanya dan mentadabburinya tanpa adanya pembatasan gender maupun usia. Allah Swt. berfirman:
إن هذا القرآن يهدي للتي هي أقوم
(QS Al-Isra : 9)
قل هو للذين أمنوا هدى وشفاء
(QS Fusilat : 44)
وهذا كتاب أنزلناه مبارك فاتبعوه واتقوا لعلكم ترحمون
(QS Al An’am : 155)
هذا بلاغ للناس ولينذروا به وليعلموا أنما هو إله واحد وليذكر أولو الألباب
(QS Ibrahim : 52)
Dan nabi Muhammad Saw. pernah bersabda
اقرؤوا هذا القرآن فإنه يأتي شفيعا لأصحابه يوم القيامة
Artinya : Bacalah Al-Quran karna ia akan datang kepada para pembacanya pada hari kiamat sebagai penolong.
Atmosfer Saudi mengajarkan kepada para peziarahnya tentang semangat dalam membaca Al-Qur’an dan pentingnya adab dalam bermuamalah kepada sesama manusia. Tak sedikit orang yang bertambah kebiasaan baiknya sepulang dari tanah suci, bahkan tak sedikit pula orang yang hilang kebiasaan buruknya sepulang beribadah dari tanah yang mulia tersebut. 8-12 hari berada di haramain memang waktu yang sangat sebentar untuk merasakan keindahan kota cantik nan estetik tersebut bagi rata rata jamaah. Bukan hanya kecantikannya saja yang patut dinikmati, nilai sejarah dan perjuangan didalamnya akan masuk kedalam relung sanubari secara otomatis bagi siapapun yang pernah menginjakkan kaki disana.
Salah satu nilai perjuangan yang al-faqir rasakan ialah bagaimana para sahabat mempertahankan eksistensi Al-Qur’an dengan lisan, fikiran, dan usaha mereka. Perjuangan ini kemudian diabadikan pada salah satu tempat didalam masjid al-Haram dan masih dilestarikan hingga saat ini berupa majlis majlis Al-Qur’an. Tidak banyak jamaah Indonesia yang mengetahui tempat ini tetapi bagi seorang penuntut ilmu agama hal ini sudah selazimnya untuk diketahui, karna selain lingkungan yang mendukung, para hadirin bisa merasakan ketenangan yang luar biasa akibat pengaruh hebat dari kalamullah tersebut. para jamaah tak hanya bisa membaca Al-Qur’an sendiri tetapi juga bisa menyetorkan bacaannya kepada syekh-syekh yang ada disana selama 24 jam, tak hanya itu disana juga merupakan tempat yang bergengsi bagi para penuntut ilmu untuk mendapatkan sanad Al-Qur’an bahkan qiroat.
Al-faqir sangat bersyukur karna bisa mengkhatamkan Al-Qur’an dihadapan para masyaikhul haram yang senantiasa sabar dalam melayani para tamu Allah. Hal ini tak lepas dari keagungan dan rahmat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan serta meletakkan taman taman surga dan mengisinya dengan para ahli Al-Qur’an. Beribu terima kasih juga tercurahkan untuk guru yang senantiasa membimbing al-faqir dalam perjalanan keilmuan dan menghafal Al-Qur’an syekh Syarofuddin al-Azhari yang mana beliau juga telah meraih ijazah Al-Qur’an dari para masyaikhul haram sebelum saya memulai pengembaraan disana.
Sebagai seorang penuntut ilmu, sanad memanglah penting, karna dengannya kita dapat mengetahui eksistensi dari sebuah ilmu yang sampai kepada kita tanpa harus meragukan kandungan ilmu tersebut dari segi keasliannya dan keotentikannya dari sang penulis. Memiliki sanad juga merupakan usaha dalam melestarikan adat yang telah diwariskan oleh ulama terhadulu, sampai sampai ibnu al-mubarok seorang alim lagi ahli hadist dizamannya berkata:
إن الإسناد من الدين. ولو لا الإسناد لقال من شاء ما شاء
Meskipun sanad bak emas bagi manusia, tetapi menjaga nilai emas tersebut lebih utama bagi seorang manusia. Bermuamalah dengan emas dengan cara yang salah mampu mengurangi nilai dari emas tersebut seperti pencucian yang salah,gesekan dengan benda lain, menyimpan dalam kotak besi yang memungkinkan penularan resiko korosi pada emas, dll. Begitu pula dengan sanad, apa gunanya sanad tanpa adanya murojaah dan menguatkan apa yang telah didapat? Tentu hal tersebut dapat mengurangi nilai dari sebuah sanad. Dan sepantasnya seorang penuntut ilmu malu akan hal tersebut.
Menghafal al-Qur’an bukanlah hal yang mudah, dibutuhkan kesabaran, keistiqomahan, keuletan, dsb. Tapi bukankah ia cukup untuk memenuhi kebutuhanmu dunia akhirat? Hal macam apalagi yang engkau tuntut di dunia jikalau bukan ridho Allah? Dan bila dengannya ridho Allah bisa dicapai maka alasan apalagi yang digunakan para pemalas untuk mengelak dari menghafalnya?
Manusia memang tak luput dari berbagai kekurangan dan kesalahan, lupa dalam hafalan al-Qur’an adalah manusiawi bahkan para masyaikh yang telah bermuamalah dengan qur’an bahkan tafsirnya pun berpotensi untuk lupa. Tugas penghafal qur’an hanya terus berusaha agar jangan sampai kehilangan hafalannya, semoga Allah menjadikan kita ahli al-Qur’an serta mendapatkan syafaatnya di hari akhir nanti Aamiin.
Ditulis oleh: Ariq Abdul Aziz