Bismillahirrahmaanirrahim. Segala puji bagi Tuhan alam semesta. Saya dedikasikan tulisan ini untuk Syaikh al-Mukarrom wal Mukhtarom Syaikhunal Fadhil Syaikh Syarofudddin al-Azhari Hafizohullahu ta’ala Wara’ah. Tidak lupa pula saya ucapkan terimakasih yang sebanyak- banyaknya untuk ke dua orang tua yang telah memberikan seluruh cinta kasih-nya serta doa sehingga bisa berada di titik sekarang ini. Kemudian saya ucapkan terimakasih pula untuk para Musyrifah serta anggota Bait Nafisah atas waktu dan kebersamaan-nya, dan saya ucapkan terima kasih juga kepada para Ketua Kawakibul Fushoha beserta jajaran-nya atas semua khidmahnya. Semoga Allah membalas-nya.
Merupakan sebuah kehormatan bagi saya bisa menjadi anggota daripada asrama Kawakibul Fushoha, sebuah asrama penggalian ilmu yang sangat mulia dan luar biasa, sehingga tidak bisa diragukan lagi kredibilitas keilmuan-nya. Di asrama ini, saya belajar banyak hal, seperti menghafal al-Qur’an, matan, dars kitab-kitab turats, khitobah, cara bermuamalah yang baik dan benar dengan Syaikh serta teman seperjuangan, dan tak tertinggal pula saya belajar suatu bentuk perserikatan orang atau sekelompok untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati atau biasa kita sebut ke-organisasian.
Kemudian berbicara tentang perjalanan selama menghafal al-Qur’an di Kawakibul Fushaha, sepertinya sangat susah dijelaskan dengan kata demi kata, karena terlalu banyak kenangan baik getir atau manis dalam waktu yang sangat singkat kurang lebih satu setengah tahun. Namun alhamdulillah, ini merupakan bentuk nikmat kasih sayang Allah kepada saya yang telah memilihkan tempat terbaik ini untuk menghafal al-Qur’an, sehingga atas izin Allah saya bisa menyelesaikan hafalan al-Quran atas bimbingan Syaikh Syarofuddin al-Azhari .
Lain daripada hal itu, izinkankan saya bercerita sedikit tentang perjalanan menghafal al-Qur’an selama di Kawakibul Fushaha. Sebelumnya tidak pernah terbesit sama sekali bisa menyelesaikan al-Qur’an, karena memang motivasi pribadi untuk menghafal al-Qur’an ketika pertama kali menginjak di tanah Ardhul Kinanah masih dibilang lemah sekali, jauh dari kata Ikhlas karena Allah swt. Saya memang pernah berkeinginan menyelesaikan al-Qur’an 30 juz, namun sepertinya itu hanya angan-angan semata, karena sulit sekali mencari lingkungan yang kondusif untuk bisa berfokus menghafal al-Quran. Di sisi lain saya mengenal asrama Kawakibul Fushoha dan dari tempat ini-lah pertama kali merangkai bingkai cerita perjalanan untuk menghafal al-Qur’an.
Pada saat pertama kali masuk kawakibul Fushoha, saya masih kalah jauh dibandingkan dengan teman-teman yang telah lama menetap, pun tidak begitu menonjol diantara teman se-angkatan, bahkan dalam perjalanan menghafal al-Qur’an, menjumpai banyak kesulitan di awal waktu menghafal, dan atas izin Allah bisa melewatinya sampai 6 bulan pertama, dan pada saat itu saya hanya mempunyai keinginan menghafal 15 juz saja untuk mengikuti program kawakibul fushoha dalam satu tahun. Namun alih-alih Syaikh bersikeras untuk meminta saya mengkhatamkan-nya sebelum saya pulang ke Indonesia.
Kala itu beliau berkata ‘’ tidaklah seseorang dikatakan sebagai penghafal alquran kalau hanya menghafal setengah al-quran, karena barang siapa yang menghafal setengah (al-quran) nya, maka ia tidak akan menghafalkan setengahnya.“ Akhirnya saya mengiyakan (sami’na wa atho’na) permintaan beliau, sembari menjawab dengan nada khidmat, “insyaa allah bidznillah wa bidua’ikum saya akan menyelesaikan atas arahan dan bimbingan Syaikh.”
Kendati demikian, waktu tetaplah waktu yang terus berjalan sangat cepat, ujian datang menghampiri dari dalam maupun dari luar. Ibarat kapal laut yang sedang berlayar, banyak sekali badai yang saya lalui. Kalaulah bukan kasih sayang dan pertolongan Allah, pasti sudah tenggelam bersama badai tersebut. Alhamdulillah seiring berjalannya waktu, Allah tanamkan rasa cinta dan Ikhlas dalam hati untuk terus membersamai Al-quran, sehingga benar-benar menikmati prosesnya.
Namun ternyata, distraksi selalu datang menghampiri dari pelbagai arah, sehingga hampir membunuh rasa juang. Tibalah di penghujung waktu berada di Mesir, saya harus pulang ke Indonesia. Darisini mulai ada momen akrab dan dekat dengan sang murabbi Syaikh Syarofuddin. Dan sebelum pulang ke Indonesia saya hendak melaksanakan umroh terlebih dahulu, dan ketika mau berpamitan, Syaikh menagih janji untuk bisa mengkhatamkan hafalan terlebih dahulu sebelum berangkat melaksanakan ibadah umroh. Tentu, Syaikh marah karena belum bisa menepati janji, bahkan H-1 saya berpamitan beliau masih dalam keadaan marah, dan interpretasi marah disini bukan marah secara dohiriyah melainkan marah dalam bentuk kecintaan antara murid dan guru. Kemudian saya meminta Syaikh untuk meneruskan hafalan ketika berada di Saudi Arabia secara online bersama beliau, awalnya Beliau sempat menolak, namun saya meminta Kembali kepada Syaikh dan alhamdulillah Beliau mengizinkan. Begitu tiba di tanah Makkah al- Mukarromah saya sangat bersyukur dan jatuh cinta dengan tempat tersebut. Dimana bisa melaksananakan sholat langsung menghadap kiblat, titik sentral dimana semua umat Muslim menyebut nama ‘’kiblat’’ di dalam sholatnya. Sudah menjadi rahasia umum bisa merasakan nikmatnya membaca al-Quran, menghafal dan murojaah di tempat pertama kali diturunkannya Al-quran. Sangat takjub ketika menjumpai banyak daripada huffazul quran yang terbilang masih belia dan remaja sudah melakukan halaqoh al-Quran setiap pagi waktu dhuha, sependek sepengetahuan saya, itu hanya terdapat halaqoh bagi banin saja tidak dengan banat, halaqoh al-Quran bagi banat hanya ada di Masjid Nabawi, wallahu a’lam.
Kejadian itu semua membuat semakin bersemangat untuk menghatamkan hafalan al-Quran di tempat yang mulia ini. Dan ternyata ujian menghafal al-Qur’an tidak hanya ketika berada di Mesir saja, siapa sangka ternyata di Haramain-pun saya mendapatkan ujian yang luar biasa. Dikarenakan kehilangan semangat tidak berada di lingkungan rumah para pengahafal Al-quran, (namun disini hanya mau meluruskan bukan berarti kawan saya tidak fastabiqul khairat atau tidak melaksanakan amal sholih, semua punya amal dan wiridnya masing-masing, hanya saja ternyata saya pribadi butuh lingkungan dan partner dengan tujuan yang sama sehingga menambah rasa semangat).
Pada saat hampir menyerah saya selalu teringat pendidikan beliau yang terkenal dengan kesyadidannya itu menjadi penyebab motivasi untuk bisa terus maju. Dan belum lagi kualitas hafalan saya yang masih jauh dari kata sempurna, tak jarang membuat Syaikh marah. Hingga pada suatu hari dimana melakukan sebuah kesalahan yang membuat Syaikh marah dan tidak ingin menerima Kembali hafalan saya. Hampir kurang lebih seminggu tidak mendapat kabar dari Syaikh, lalu tidak hentinya berdoa di depan Ka’bah agar Allah mengampuni dosa saya dan agar Syaikh dilembutkan hati-nya. Saya memang mengakui itu kesalahan saya. Disitu benar-benar pasrah dan tawakkal kepada Allah, apapun Keputusan Syaikh saya terima dan berusaha Ikhlas dan tidak mengambil hati semua kemarahan Syaikh, dan lagi-lagi saya berkeyakinan, semua bentuk marah-nya Syaikh merupakan tarbiyah dan kasih sayang antara guru dan muridnya.
Kendati demikian, saya selalu meminta kepada Allah semoga dikuatkan dalam segala hal dan Syaikh diberikan kesabaran dalam mendidik dan menerima hafalan. Dan di bawah langit ka’bah saya bersimpuh dan meminta kepada Allah agar dimintakan jalan yang terbaik. Dengan penuh isak tangis teringat sya’ir Imam Syafi’I Rahimahullah : “ اصبر على مر الجفا من معلم فإن رسوب العلم من نفراته ” yang artinya : “ bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru، sesungguhnya gagal-nya mempelajari ilmu karena lari atau menjauh darinya.” Dari syi’ir ini bisa diketahui bahwa pentingnya mengetahui qiimah seorang guru, dan pentingnya dalam beradab dan bermuamalah dengan sang guru.
Pada akhirnya selama satu minggu lamanya, Syaikh mengizinkan saya untuk melaksanakan khataman pada hari Senin, tanggal 12 Februari 2024 atau pada tanggal 2 Sya’ban 1445 H di Masjidil Haram, Makkah Al-Mukarromah. Alhamdulillah atas izin Allah SWT bisa mengkhatamkan Al-quran di tempat yang sangat mulia dan sangat didambakan semua orang dan Syaikh ridho kepada saya. Walaupun khataman dilaksanakan secara online terpisah dengan Syaikh dan teman-teman asrama. Inshaa Allah tidak mengurangi kekhidmatan dan keberkahannya. Ternyata benar seseorang yang berkata : “ Janganlah takut engkau jauh dari dia yang kamu cintai, tapi takutlah jika dia bersama-mu namun hati-nya tidak untukmu “ . Disini saya percaya bahwa jarak bukanlah halangan sesorang untuk bersama dalam mencapai tujuannya, kalau-lah disertai azam yang kuat dan dengan pertolongan Allah SWT, maka semuanya akan mudah. Saya bersyukur bisa mengenal Syaikh Syarofuddin, berkat kesabarannya dan kesyadidannya dalam mendidik, sehingga bisa menghantarkan saya pada khataman kali ini.
Ternyata ketika berada di ujung jalan lalu kita pasrahkan semuanya hanya kepada Allah SWT, asal kita yakin maka Allah akan siapkan jalan yang terbaik. Allah belum mengizinkan saya khataman di Mesir Ardhul Kinanah namun ternyata Allah memberikan rezeki untuk mengkhatamkan di Makkah al- Mukarromah Ardhurrisalah Al-quraniyah. Disini-lah pentingnya bertawakkal kepada Allah, ketika Allah menjauhkan dengan sesuatu yang baik maka insya allah akan didekatkan dengan yang jauh lebih baik.
Alhamdulillah haadza min fadhli rabbi. Semoga al-faqir senantiasa menjadi pribadi yang lebih baik dan istiqomah dalam menjaga risalah-Nya, dan semoga semua keberkahan senantiasa tercurah limpahkan kepada Syaikh Syarofuddin, orang tua, serta Markaz Kawakibul Fushoha dan seluruh anggota- nya.
Aamiin yaa mujiibassailiin.
Ditulis oleh : Wanda Jawhariyah Sya’baniyah
Maa syaa Allah, alhamdulillah atas ni’mat dan karunia Mu yang telah Engkau limpahkan kepada putri kami , semoga putri kami senantiasa dapat menjaga hafalannya sampai akhir hayat,dapat memahami dan mengamalkan daripada isi kandungan al Qur’an, senantiasa tawadhu’, dan menjadi generasi Qur’ani yang sejati. Aamiin.
Alhamdulillah , terimakasih Ya Allah atas limpahan ni’mat dan karunia Mu terhadap putri kami sehingga dengan taqdir Mu Ya Allah, alhamdulillah putri kami dapat mengkhotamkan hafalan al Qur’an nya, harapannya semoga putri kami dapat menjaga hafalannya sampai akhir hayat, juga dapat memahami dan mengamalkan isi kandungan Al Qur’an dalam kehidupan sehari – hari. Juga saya ucapkan banyak terimakasih kepada al mukarrom wal muhtarom Syaikh Syarofuddin, juga para musyrifah , semua keluarga markaz Kawakibul Fushoha yang telah membimbing dan memberikan support juga mendo’akan putri kami hingga sampai ke titik ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. Aamiin