Seorang muslim, baik sebagai invidu ataupun sebagai bagian daripada masyarakat dituntut taat kepada Allah SWT, tentu taat kepada Allah SWT tidak akan bisa dipahami maksudnya, melainkan telah menerima pesan darinya. Akan tetapi, karena tidak semua orang mempunyai kapasitas melakukan koneksi dengan Allah SWT, maka diutuslah nabi SAW sebagai penyampai pesan dari Allah SWT kepada umat manusia.
Oleh karena itu, pesan-pesan yang itu dirangkum dan disatukan dalam sebuah kitab yang disebut dengan Al-Quran. Dalam kitab (Al-Quran) itu semuanya dijelaskan, tetapi penjelasannya masih secara global, dan kalaupun ada yang spesifik-parsial itu pun hanya dalam beberapa bagian, maka sifat Al-Quran yg global itu mengakibatkan orang kurang begitu paham akan maksud pesan di dalamnya. Akibatnya, untuk taat kepada allah, manusia masih mendapatkan halangan. Tentu, orang yang paling paham terhadap pesanNya ialah orang yang dipilih sebagai kekasihnya yaitu para nabi di samping beliau diutus sebagai pembawa pesan, beliau juga dipilih sebagai suritauladan dalam segala hal, termasuk ketaatannya. Bahkan beliaulah yang dijadikan sebagai pemegang otoritas tertinggi untuk memberikan penjelasan eksplisit terhadap kitabnya yang masih global itu. Maka, pintu untuk taat kepada Allah SWT adalah mengikuti nabinya.
Contoh serta penjelasan itulah yang kemudian kita kenal dengan sunnah. Selama nabi SAW masih hidup, maka setiap masalah atau kejadian pasti ada solusinya. Akan tetapi, tidak demikian setelah beliau wafat. Kepada siapa lagi mereka bertanya, sementara sang pemberi jawaban sudah tiada? Boleh jadi orang-orang yang hidup setelah nabi, berpegang pada sebuah konsensus (ijma) tetapi yang perlu diingat bahwa kesepakatan itu sendiri hanya rekonstruksi yang diambil dari kitab dan sunnah. Oleh karena itu, kita harus membuka cakrawala kita terhadap usul fiqih, selama ini kaum muslimin disibukkan dengan fiqih, tetapi mereka jauh dari usul fiqih, mereka paham tentang halal-haram, tetapi mereka tidak tahu dari mana halal-haram itu berasal. Banyak kaum muslimin tahu akan dalil hukum, tetapi bagaimana cara beistidlal dengan dalil-dalil itulah yang tidak mereka ketahui.
Di sisi lain kaum muslimin itu masih memandang bahwa usul fiqih adalah barang antik yang hanya bisa dicerna oleh orang-orang yang ahli sehingga ada sebuah pesimistis dalam mempelajari nya. Di sini saya akan mengutip perkataan Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah Tarikh ibnu khaldun terkait usul fiqh:”Pasal kesembilan: usul fiqih dan hal-hal yang berkaitan dengannya yakni, ilmu jadal dan khilafiyat, ketahuilah bahwa usul fiqih merupakan cabang ilmu syariat yang sangat agung, derajatnya paling tinggi dan sangat banyak manfaatnya. Kajiannya adalah memusatkan perhatian terhadap dalil-dalil syara’ (yang bersifat ijmali) yang darinya akan tercapai kesimpulan sebuah hukum.
Dan alhamdulillah Kawakibul Fushoha di bawah bimbingan Syaikh Dr. Syarofuddin al Azhari telah mengkaji sampai dengan khatam salah satu kitab daripada kitab usul fiqih yang dikarang oleh salah satu ulama terkemuka al-Azhar yaitu Syaikh Abdul Wahab Kholaf. Oleh karenanya selaras dengan perkataan beliau (Syaikh Syarofuddin) bahwasanya usul fiqh itu adalah salah satu fan ilmu yang mana mencakup di dalam beberapa ilmu lainnya seperti ilmu lughoh, tafsir, fiqih.
Sebagai mana yang telah kita pelajari juga, bahwasanya di dalam kitab ini terbagi menjadi empat bagian:
1. Tentang hukum syara, yang mencakup di dalamnya dalil-dalil mutafaq seperti Al Quran, sunah, ijma dan qiyas., dan dalil-dalil mukhtalaf seperti istihsan, maslahah mursalah, urf, istishab, syar’u man qoblana, madhab shahaby.
2. Berkaitan dengan hukum-hukum syara.
3. Berkaitan dengan qoidah usuliyah lughowiyah.
4. Berkaitan dengan qoidah usuliyah.
Kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai mana yang dikatakan oleh salah satu ulama usul bernama Imam al Amidi di dalam kitabnya: “Tujuan mempelajari usul fiqih adalah untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum syariat yang dengannya dapat diperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat”.
Sebagai penutup, petuah yang selalu disampaikan oleh guru kami tercinta Syaikh Dr. Syarofuddin al Azhari: “Terus berusahalah untuk ikhlas di dalam semua hal, maka dengan ikhlas itu lah Allah akan membukakan bagimu rahasia-rahasianya.”
Dengan ini, semoga Allah SWT memanjangkan umur guru kami Syaikh Dr. Syarofuddin al Azhari beserta keluarganya, dan juga selalu dikaruniai keberkahan, baik itu keberkahan dunianya maupun akhiratnya.
🖋️ Muhamad ilyas